Cast :: Park
Chan Yeol, Ma Hye Ri, Oh Sehun, Park Seo Yeong, Kang Hyun Ah
Genre ::
Romantic
Author :: Lee Ji
Hyun
Terik matahari
sudah menjadi hal yang sangat dibenci oleh setiap manusia. Khusunya Ma Hye Ri,
ia sangat menjaga kulitnya agar tetap bersih kesat. Tapi, kali ini ia tidak
bisa menghindari sinar matahari itu, Hye Ri mendecakkan lidah sambil mengumpat
dalam hati penyesalan pada diri sendiri karena ia lupa membawa payung. Meskipun
matahari menemani perjalanan Ma Hye Ri ke rumah sahabat barunya.
"Omooo, mengapa hari ini begitu panas?
Apakah matahari sudah membelah diri jadi dua?"
Sambil menyapu
keringat yang membasahi dahinya, Hye Ri mencari benda kesayangannya didalam
saku celana panjangnya dan mulai menekan nomor telepon sahabatnya.
"Annyeong, Seo Yeong-ah, aku sudah sampai
didepan rumahmu, cepatlah keluar dan buatkan aku minum." Dengan wajah
setengah kesal, Hye Ri memutuskan sambungan teleponnya.
Tepat saat Hye
Ri menyimpan kembali telepon genggamnya kedalam saku celananya, Seo Yeong sudah
berdiri memandang Hye Ri dengan wajah prihatin. Bagaimana tidak, wajah Hye Ri
sudah memerah saking putihnya, dan Seo Yeong tahu bahwa Hye Ri sangat membenci
sinar matahari.
"Omoo, unnie neomu babo, apakah unnie
benar-benar bodoh atau tidak tahu? Unnie akan terlihat sangat lucu kalau sedang
berteman dengan matahari, mengapa tidak membawa payung?"
"Diamlah Seo Yeong, sekarang biarkan aku
masuk dan buatkan aku minuman sebelum aku mati karena kepanasan.", entah
Seo Yeong harus prihatin atau kesal pada sikap Hye Ri yang semena-mena
menyuruhnya seperti itu.
***
"Hmm, Seo Yeong-ah, apakah kamu sendirian
disini? Dimana ayah dan ibumu?"
"Ah, mereka sedang menjemput
kakakku.", Seo Yeong menjawab acuh tak acuh.
"Mwoooo?? Kau punya seorang kakak? Aku
kira kamu anak tunggal.", dengan mata terbelalak Hye Ri menatap Seo Yeong.
"Ada apa denganmu Hye Ri-ah? Kau
membuatku kaget.", Seo Yeong memang benar-benar terkejut karena tiba-tiba
Hye Ri berteriak didepan wajahnya.
Hye Ri meminta
maaf kepada Seo Yeong, dan pada saat itu juga, kakak Seo Yeong membuka pintu
rumah Seo Yeong dengan wajah yang berseri-seri.
“Wooaaaaaa, senangnya bisa kembali ke rumah,
nampaknya ada sedikit perubahan. Dan hei, siapa disana? Wahh, kamu tambah
gendut aja.”
Seo Yeong yang
menyadari kehadiran kakaknya langsung berlari memeluk kakak yang sangat ia
sayangi, yang sangat ia rindukan, mimpikan setiap malam. Dan betapa senangnya
Seo Yeong ketika melihat wajah kakaknya itu.
“Opppaaaaaaa.”, Seo Yeong tidak
memperdulikan kata-kata kakaknya lagi, yang ia inginkan sekarang hanyalah
memeluk kakaknya erat-erat. Rasa rindu yang menyerang lubuk hatinya membuat
semuanya begitu suram, sekarang hatinya sudah lega karena telah berjumpa dengan
kakak semata wayangnya itu. "Apa kabar?"
"Aku baik-baik saja saengi.",
kakaknya memang sangat bahagia ketika melihat adik kecilnya. "Wah, rumah
ini tidak berubah sama sekali."
"Eo, dan oppa sangat berubah. Mengapa
kamu terlihat kurus? Apakah di Amerika kekurangan makanan, hah?", Seo
Yeong yang memperhatikan badan kakaknya yang agak kurus. Tubuh kakaknya dulu
sangatlah atletis, dia sering mengunjungi gym hanya untuk menyehatkan tubuhnya.
Tapi sekarang dia sangat kurus. Entah apa yang dia lakukan disana. Mungkin
sibuk mengurus skripsi atau tugas-tugasnya yang lain. Kakaknya itu memang
sangat pintar, bayangkan, IP-nya sewaktu kuliah di Universitas Indonesia adalah
3,78. Dia itu tertinggi di kelasnya.
"Eo, beginilah nasib anak
kuliahan.", kakak Seo Yeong sadar bahwa ada seseorang dibelakang adiknya.
"Hmm, annyeong, Chanyeol imnida, aku kakaknya Seo Yeong, kamu temannya
yah?"
"Ne, Hye ri imnida. Ma Hye Ri. Aku teman
sekolahnya.", Hye Ri bingung pada dirinya sendiri. Ia begitu deg-degan
saat tangan Chanyeol dan tangannya bersentuhan. Baru kali ini dia merasakan hal
aneh, ia begitu gugup padahal hanya sekedar bersalaman dengan Chanyeol.
"Oppa, eomma dan appa dimana?"
"Oh mereka keluar sebentar, katanya mau
pergi beli sesuatu. Oh iya, aku harus mandi, mianhae aku harus meninggalkan
kalian sebentar."
"Ahh, gwaenchana oppa."
***
"Seo Yeong-ah, kau tidak pernah bercerita
bahwa kau memiliki seorang kakak yang... yang..."
"Tampan???"
"Hm, maksudku, yang...."
"Ayolah, Hye Ri, semua orang berkata
demikian saat bertemu dengan kakakku. Jangan malu-malu, just say it, dan
semuanya jelas."
"Jelas? Maksudmu?"
"Yaa, bahwa kau, tertarik pada
oppa."
"Ne? Yak, kalau semua ini didengar oleh
Sehun, dia bisa menjauh dariku. Dan kau tahu artinya itu? Aku tak punya
kesempatan lagi untuk mendekatinya."
Tepat pada saat itu juga, Chanyeol datang
dengan membawa sebuah cangkir yang
berisikan cokelat hangat dan rambutnya yang masih basah.
"Hm, mianhae, apakah aku mengganggu
kalian?", sebenarnya sedari tadi Chanyeol mengintip dari balik pintu
kamarnya. Entah perasaan apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Sebelumnya
ia tidak pernah merasakan hal yang seperti ini, perasaan seakan melayang di
udara, kupu-kupu yang bersarang di dalam perutnya. “Eh?”, Chanyeol cepat-cepat
menggeleng sebelum pikirannya dikuasai dengan segala sesuatu tentang wanita
itu, teman adiknya, Ma Hye Ri.
“Anio oppa, tapi tadi kenapa kau menggeleng?
Ada apa?”, Seo Yeong yang penasaran dengan wajah kakaknya yang tiba-tiba
bersemu merah. Ada apa sebenarnya? Apa yang membebani pikirannya?
“Apakah aku berbuat seperti itu tadi?”, mimik
bingung menghiasi wajah datar Chanyeol.
Seo Yeong kaku mendengar jawaban kakanya, ia
sangat bingung, kakaknya tadi berbuat suatu hal yang aneh dimatanya, lalu
pipinya tiba-tiba bersemu merah. Seo Yeong berdengus kesal, “Ah, sudahlah,
lupakan saja oppa. Apa oppa sudah makan? Mau kubuatkan sesuatu?”
“Heh? Apa kau sudah pandai memasak? Wah,
ditinggalkan sekian lama ternyata ada juga perubahan dalam dirimu adikku.”
Seo yeong merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya
ia mempermalukan dirinya sendiri dihapan kakaknya. Sebenarnya ia belum pandai
memasak, meskipun telah diajarkan berulang kali oleh ibunya, tetapi tetap saja
tidak ada peruabahan dalam dirinya. “Aku saja yang membuatkan makanan untuk oppa,
aku pandai memasak soto ayam, hmm, makanan khas Indonesia. Oppa mau coba? Dijamin
rasanya enak.”, seru Hye Ri tiba-tiba dengan mata yang berbinar-binar dan ada
sedikit rasa ingin menyombongkan diri dihadapan Seo Yeong.
“Hm, boleh juga.”
***
“Wah, siapa yang masak ini? Baunya harum
sekali.”, suara yang berseru riang memotong keheningan yang terjadi di ruang
makan rumah Seo Yeong.
Baru saja mereka ingin menyantap hidangan yang
telah dibuat oleh Hye Ri, apalagi Seo Yeong yang sangat meragukan kemampuan
memasak Hye Ri.
“Makanya, kalau kau ingin menilaiku, jangan Cuma
lihat dari luarnya saja, kenalilah diriku dengan baik. Memangnya selama ini,
bagaimana sifatku dimatamu?”
“Manja,” jawab Seo Yeong yang tanpa basa basi
langsung melontarkan kata yang membuat mata Hye Ri terbelalak. Chanyeol yang Cuma
bisa diam menatap kedua gadis di depan dengan perasaan senang dan bahgia. Ia
juga tak bisa lagi membendung tawanya yang sudah lama ia tahan. Tawa Chanyeol
begitu unik, sehingga perdebatan antara kedua gadis di hadapan Chanyeol
terhenti.
“Oppa, kau tahu, salah satu yang kurindukan
dari dalam dirimu adalah tawamu yang khas,”
Chanyeol menatap adiknya dengan sebuah senyum
simpul.
“Nah loh, kenapa tidak ada yang menjawab
pertanyaan ibu?”, Tanya ibu yang membuyarkan lamunan Hye Ri.
“Saya ibu.”, jawab Hye Rid an Seo Yeong yang hamper
berbarengan.
“Heh?”, ibu menatap kedua gadis dihadapannya
dengan bingung, sebenarnya siapa yang benar-benar dan siapa yang berbohong?
Chanyeol cekikikan memandang kedua gadis
dihadapannya, baru saja perdebatan mereka terhenti, sekarang malah perdebatan
keduanya memuncak lagi. Mungkin bila ada ajang perdebatan antara dua gadis, Seo
Yeong dan Hye Ri-lah pemenangnya, tidak ada yang berani menyela mereka selagi
mereka masih berdebat.
“Aduh,
tidak penting siapa yang yang membuatnya, yang penting adalah marii kitaa makaaannnnn!!!!!”,
seru bahagia Chanyeol memutus perdebatan antara adik dan calon kekasihnya. Apa
yang dipikirkannya? Chanyeol lagi-lagi menggeleng dengan wajah yang bersemu
merah. Seo Yeong yang memperhatikan kakaknya hanya tersenyum simpul, ia tak mau
bertanya lagi pada kakaknya jika hanya jawaban yang tidak jelas yang diberikan
padanya.
***
Pukul 20.00, Ma Hye Ri pamit pulang pada kedua
orang tua Seo Yeong. Ia juga berpamitan kepada Chanyeol. Seo Yeong dan Chanyeol
mengantar Hye Ri sampai ke pekarangan rumah mereka.
“Gomawo untuk mala mini Seo Yeong, sebagai
tanda terima kasih, bolehkah aku mengantarmu pulang? Tidak baik jika wanita
sendirian berjalan pada malam hari.”, mata teduhnya kini terarah pada Seo
Yeong, “Seo Yeong, jika ibu mencariku, katakana padanya jika aku mengantarkan
Hye Ri pulang.”
“Hm, oppa, tidak usah, aku bisa sendiri, kau
juga pasti capek setalah seharian di pesawat terbang, aku tidak ingin
merepotkanmu.”
“Aku tidak merasa tidak direpotkan, malah aku
yang merepotkanmu tadi, ayolah, biarkan aku berbuat kebaikan pada teman adikku,”
Sebersit senyum khas Hye Ri tersungging di
bibirnya. Perasaan senang berkecamuk dengan perasaan heran. Yah, sebenarnya
masih terlalu dini untuk mengakui hal tersebut, tetapi lama kelamaan perasaan
ini bisa-bisa berkembang jika Chanyeol berbuat hal-hal yang membuat perasaannya
bertambah senang.
Apakah
ini takdir? Tapi mengapa takdir ini begitu membingungkan. Aku dihadapkan pada
dua pilihan. Chanyeol dan Sehun. Sebelumnya, aku tidak pernah merasakan
perasaan seperti ini, perasaan bahagia berada di dekat seseorang, perasaan tenang
dengan hanya memandang wajahnya walau hanya sedetik dan jantung yang tiba-tiba
tak karuan ketika menatap matanya.
To Be Continued...
To Be Continued...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar