Terlalu Manis
Semua cerita cinta punya kenangan tersendiri. Dalam drama-drama Korea, cerita cinta yang
awalnya rumit, berakhir bahagia dengan mempersunting pasangannya. Akan tetapi,
tak semua cerita cinta berakhir bahagia. Kesedihan, kekecewaan, kegalauan,
kecemburuan, pasti akan dirasakan.
Inilah cerita cinta.
Pagi hari memang selalu membuat
suasana hati menjadi tentram. Udaranya yang masih segar bebas asap kendaraan
membuat semua orang tak mau lepas dari aromanya. Hal itulah yang membuat Ratna
rela memasang alarm pada jam wekernya. Meskipun memasang alarm adalah perintah
dari ibunya, ia senang saja melakukannya. Perintah ibunya juga toh demi
kebaikannya.
Setelah mandi dan sarapan, Ratna bergegas
mengambil kunci mobil Honda Freed yang sering ia kemudikan bersama adiknya. Tak
pernah sekalipun ia terlambat datang ke sekolahnya. Setengah jam sebelum
pelajaran dimulai, ia sudah duduk manis di bangku kelasnya.
“Ran, kamu turun di depan fotocopy itu
aja yah! Kakak mau ke rumah Om Deni dulu, mau ambil berkasnya, Papa.”
“Yah, kakak, di depan sekolah aja,
kenapa? Malas, ah, jalannya. Lagipula, ini kakak nggak akan telat hari ini.” Rani tetap tidak terima kalau ia harus
berjalan kaki menuju sekolahnya.
“Ran, kakak mau ke rumah Om Deni
dulu. Mau ambil, em, ada deh pokoknya.”
“Ya sudah. Tapi untuk hari ini saja,
yah.”
Rani melambaikan tangan ke arah
kakaknya. Dengan wajah masam, ia melangkahkan kakinya menuju ke sekolahnya.
Sambil menggumam dalam hati, Rani merutuki kakaknya yang tega menurunkannya di
jalan raya.
Mobil Ratna melaju di Jalan
A.P.Pettarani. Ratna seorang anak yang sangat suka akan kejujuran, apalagi pada
adik semata wayangnya. Namun kali ini, Ratna harus berbohong sedikit pada
adiknya. Bukan tanpa alasan, hari ini adalah hari yang sangat istimewa untuk
Rani. Ratna ingin menunjukkan sedikit rasa sayangnya pada adiknya.
Seperti yang telah direncanakan
sebelumnya, Ratna mengambil pesanan makanannya kemudian menuju ke toko kue. Bentuknya
kotak, berwarna kuning dan bergambar kartun.
Rani sangat suka dengan Spongebob.
Apapun itu, jika bergambar Spongebob, ia tidak akan berpikir panjang. Rani akan
merengek pada ayah untuk membelikannya benda tersebut.
Oleh karena itu, Ratna memesan kue
yang bentuknya seperti kartun spongebob. Adiknya pasti akan menyukai kejutan
kecil-kecilannya.
Setelah mengambil semua pesanan pada
catering-catering langganan ibunya, Ratna bergegas menuju ke sekolah adiknya.
Jarak dari toko kue ke sekolahnya tidak begitu jauh. Ratna telah
memperhitungkan semuanya.
Saat ini, adiknya belum masuk ke
kelas. Mungkin saja, ia sedang bercanda
gurau bersama teman-temannya. Kalau tak ada guru yang masuk, Rani lebih senang
duduk dibawah pohon mangga sekolahnya sambil membaca buku.
Ratna bekerja sama dengan guru-guru
Rani untuk memberikan kejutan kecil untuknya. Berbagai siasat telah diluncurkan
oleh Ratna untuk mengerjai adiknya. Salah satunya adalah sengaja menghukum Rani
agar dia benar-benar kesal.
Pak Alan adalah guru olahraga Rani.
Dia sangat dekat dengan Rani. Boleh dibilang mereka seperti saudara. Rani
adalah seorang anak yang sangat manja. Meskipun usianya sudah menginjak 8
tahun, ia masih suka menangis dan merengek apabila tidak diberikan sesuatu yang
diinginkannya.
Meskipun Ratna setiap hari mengantar
jemput adiknya, ia masih belum tahu dimana kelas Rani berada. Ia pun bertanya
pada salah satu guru yang berada tepat dihadapannya.
“Pagi, Pak. Aku mau nanya, kelas Rani
Lolita Halim dimana yah?” Dengan wajah yang sedikit ragu, Ratna bertanya kepada
Pak Alan.
“Oh, Rani, yah? Terus aja, mbak. Nanti disana ada
perpustakaan, nah, disebelah kiri perpustakaan itu ada kelas 3 A.”
“Oh, kalau begitu, terima kasih,
pak.”
“Ah, tidak usah memanggil pak.
Mungkin kita hanya beda beberapa tahun. Lagipula, Rani sudah aku anggap seperti
adik sendiri.”
“Benarkah? Aduh, Rani pasti
merepotkan, bapak, kan?”
“Tidak usah memanggil bapak. Panggil
saja, Alan.” Alan mengulurkan tangan kanannya ke arah Ratna.
“Ratna.” Ratna menyambar tangan kanan
Alan. “Oh, iya, hari ini ulang tahun Rani, jadi aku bawa ini semua. Hanya
kejutan kecil-kecilan.”
“Kayaknya kamu kerepotan membawanya, deh. Sini biar aku bantu.”
Alan membawa sebagian makanan yang
telah Ratna sediakan. Sedangkan Ratna membawa kue yang telah diberi lilin
bertuliskan angka 8.
Bersama dengan guru-guru yang lain,
Ratna membawa kue spongebob-nya menuju ke kelas Rani. Mereka semua menyanyikan
lagu selamat ulang tahun secara bersamaan. Rani terkejut dan bahkan seperti tak
percaya apa yang dilihatnya barusan. Ia bahkan lupa bahwa hari ini adalah hari
ulang tahunnya.
Potongan pertama kue spongebob-nya
diberikan kepada Ratna, dan yang kedua adalah Alan. Ayah dan ibunya berhalangan
hadir di sekolahnya. Ada kegiatan lain yang sedang mereka jalani sehingga tak
bisa menyempatkan hadir ke sekolah Rani. Meskipun tanpa kehadiran orang tuanya,
senyum Rani tak pernah lepas menghiasi wajah indahnya.
Disinilah awal perkenalan Ratna dan
Alan. Melalui potongan pertama dan potongan kedua kue itu, mereka bisa lebih
dekat.
Ratna pun lebih sering mengantar
jemput adiknya di sekolah. Alan pun juga sama, ia bahkan sering mentraktir Rani
jajanan sekolah saat istirahat dan menemani Rani menunggu Ratna di parkiran
sekolah.
“Pak Alan pacaran yah sama kak
Ratna?” Dengan wajah polos, Rani bertanya hal yang membuat Alan menjadi
deg-degan.
Jantung Alan berdegup cepat, entah
karena apa. Mungkin saja, karena Rani mengungkit masalah pacaran dengan Ratna.
Meskipun hal itu tidak terjadi, tetapi pertanyaan Rani membuat Alan jadi
senyum-senyum sendiri.
“Kenapa Pak Alan diam aja? Bener,
yah? Pak Alan pacaran kan sama kak Ratna?” Rani masih menuduh Alan berpacaran
dengan Ratna.
“Apaan sih, kamu. Masih kecil udah
tahu yang namanya pacaran. Emang kamu
tahu pacaran itu apa? Kamu itu masih kecil, tahu.”
“Yah, bapak jangan ngeremihin anak kecil, dong. Gini-gini aku juga tahu yang
namanya pacaran.”
“Yasudah kalau begitu, intinya aku
sama kak Ratna itu nggak apa-apa.
Kami nggak pacaran, sayang.” Pada
saat itu juga, Ratna ada dihidapan mereka. Tapi, Alan dan Rani tidak menyadari
kehadirannya. “Kami berdua hanya, teman.”
“Padahal aku kira bapak pacaranloh, sama kak Ratna. Kalau aja pacaran beneran, aku adalah adik
yang paling bahagia di dunia.”
“Loh
kok bisa?” Ratna berusaha ikut angkat bicara.
“Hei, Rat. Kapan datangnya? Kok aku nggak lihat?” Alan terkejut melihat kedatangan Ratna yang
menurutnya tiba-tiba. Oleh sebab itu, Alan hanya menyapa Ratna apa adanya.
Ratna hanya geleng-geleng melihat
Alan yang sedari tadi benar-benar tidak sadar akan kehadiran dirinya. Entah
Alan yang terlalu asik bercanda dengan Rani atau pura-pura tidak melihat Ratna.
“Maksud yang tadi itu apa, Ran?”
Ratna masih penasaran dengan pendapat Rani tentang hubungannya dan Alan.
Pendapat Rani adalah yang paling
utama sebelum pendapat kedua orang tuanya. Ratna sadar bahwa umurnya masih
terlalu belia untuk mengenal pacaran. Ia juga belum berpikir untuk sampai ke
tahap yang lebih serius. Hanya dekat dengan Alan saja sudah membuatnya bahagia
setengah mati, apalagi jika Alan menjadi miliknya.
Kedekatan Alan dan Ratna semakin hari
semakin dekat saja. Hari demi hari mereka lalui bersama tanpa adanya suatu
hubungan khusus yang mengikat mereka. Hanya status guru adiknya dan kakak
siswinya yang membuat mereka bertahan jalan bersama. Umur Ratna dan Alan
selisih 5 tahun.
Selain profesinya menjadi seorang
guru, Alan juga kuliah di salah satu Universitas yang ada di Makassar. Ia hanya
tinggal menunggu sidang skripsi.
Suatu hari, Alan memberitahu suatu
hal yang membuat Ratna syok bukan main. Bagaimana tidak, yang ia katakan adalah
kata perpisahan.
“Rat, kamu udah kelas berapa
sekarang?”
“Kelas 11, ada apa, Lan? Tumben nanya
hal-hal tidak terlalu penting?” Kecurigaan nampak di wajah Ratna. Dengan kening
berkerut Ratna menatap lurus kearah mata Alan.
“Ng, besok aku sudah ujian meja.”
“Wah, hebat dong. Aku doain semoga
ujiannya berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan. Amin. Tapi, kenapa wajahmu
nampak sedih?”
“Minggu depan, aku harus ke New York
untuk melanjutkan S2. Ayahku telah mendaftarkanku lebih dulu tanpa meminta
persetujuan dariku. Aku bingung harus bagaimana, disatu sisi aku bahagia bisa
melanjutkan S2, tapi dilain sisi, aku sedih harus... harus... berpisah...
denganmu.”
“Tapi aku janji padamu, aku akan
kembali ke Indonesia setelah kuliahku disana selesai. Mungkin, aku akan rindu
setiap hari padamu. Rindu canda tawamu, suaramu dan wajahmu bila sedang marah.”
“Jangan khawatir, aku akan sering
menghubungimu, banyak jejaring sosial yang bisa menghubungkan kita.”
Ratna hanya bisa menatap lurus
kedepan tanpa bisa berkata apa-apa. Rasa sedih dan bahagia bercampur jadi satu.
Sedih karena harus ditinggalkan, dan bahagia mengetahui, cita-cita orang yang
paling ia sayangi bisa terkabul.
Jantung Ratna berdebar kencang. Rasa
sakit yang menyerangnya tak bisa dilawan lagi. Tangis sedu pun tumpah dihadapan
Alan. Ratna tak peduli lagi, sudah banyak pasang mata yang memandang mereka
curiga. Alan sudah berusaha untuk menenangkan Ratna, tetapi tidak berhasil.
Kesedihan Ratna benar-benar tak
terbendung. Seseorang yang baru saja ia kenali, kini dalam hitungan hari harus
meninggalkan dirinya untuk mengejar cita-citanya. Ia tahu, bahwa seorang dokter
tak cukup jika hanya S1 saja, minimal ia harus lulus S2.
Hari yang sangat Ratna benci pun
tiba. Hari dimana Alan akan meninggalkannya untuk sementara. Meskipun
sementara, tetap saja artinya tidak bertemu selama beberapa hari, dan itu
tandanya mereka tak bisa bertatap muka dan bercanda gurau secara langsung.
Hanya lewat jejaring sosial saja mereka bisa berkomunikasi. Dan itu membuat
Ratna sedikit tidak nyaman.
Ratna mendapat satu pesan. Dengan
tangan gemetar dan hati ragu, ia mencoba membuka isi pesan yang ternyata dari
Alan.

Hai, Ratna, bagaimana tidurmu
semalam? Apakah mimpi indah? Ini pertama kalinya aku naik pesawat. Sedikit
gugup, sih awalnya. Tapi, tidak
buruk. Sejauh ini lancar-lancar saja.
Apa kamu sudah sarapan? Kalau belum,
sarapan dulu sana. Bacain suratnya bisa sebentar. Hehehe.
Mungkin, ini adalah pesanku untuk
sementara. Karena pesawatku sebentar lagi take off. Doain yah, semoga selamat
sampai tujuan.
Aku akan merindukanmu, Ratna. Kamu
jaga kesehatan baik-baik, yah.
I’ll miss you here.
Air mata yang sejak tadi ditahan
Ratna, kini mengalir deras di pipinya. Suara tangis pun kini pecah. Masih
terbersit dalam pikirannya bahwa Alan belum berangkat. Ia pun berlari
secepatnya ke rumah Alan. Untung saja, jarak antara rumahnya dan rumah Alan
tidak terlalu jauh. Ratna mengusap dahinya yang dibasahi oleh keringat. Ia tak
peduli lagi dengan sinar matahari yang mulai menusuk kulitnya.
Betapa kecewa dan sedihnya Ratna
ketika mengetahui bahwa Alan benar-benar telah pergi meninggalkannya. Alan
tidak sempat berpamitan secara langsung dengan Ratna. Hanya Rani saja yang
sempat ia ajak berjalan-jalan keliling mal demi menyenangi hati murid kecilnya.
“Mbak ini Ratna, yah?”
“Iya, ada apa, mbak?”
“Oh, ini, ada titipas dari Mas Alan,
katanya untuk mbak Ratna. Katanya disuruh baca di lapangan bola dekat rumah,
mbak.”
“Kalau begitu, makasih yah, bi.”
Ratna kembali berlari menuju ke
lapangan bola yang berada di dekat rumahnya. Ia benar-benar penasaran dengan
isi surat yang harus dibacakan di satu tempat yang tidak masuk akal. Untung
saja matahari belum terlalu terik, sehingga Ratna tidak terlalu kepanasan.
Sebelum membuka surat yang diberikan
oleh Alan, ia menghembuskan napas panjang dan membaca doa didalam hati.

Maafkan aku Rat, aku nggak berani mengucapkan selamat tinggal
padamu secara langsung. Aku nggak
berani. Aku takut, kalau kamu akan menangis lagi karena ulahku. Hari dimana aku
menyampaikan kabar kepergianku pun terasa begitu menyesakkan. Hanya
mengatakannya saja aku tidak bisa. Melihatmu menangis pada hari itu membuatku
takut, kalau harus membuatmu menangis untuk kedua kalinya.
Kamu harus ingat satu hal, Ratna.
Kamu akan selalu ada di dalam hatiku. Meskipun jarak yang memisahkan kita,
hatimu dan cintaku untukmu takkan pernah berubah. Maafkan aku yang tak berani
jujur padamu. Bahwa selama ini, aku memendam perasaan cinta padamu.
Betapa bodohnya aku hanya bisa
mengatakan melalui surat ini.
Ratna, aku punya satu permohonan
untukmu. Mungkin permohonanku ini terlalu lancang, tetapi maukah kamu
menungguku? Hari dimana saat kita akan bertemu kembali adalah hari yang sangat
aku tunggu-tunggu.
Aku mencintaimu Ratna. Aku akan
selalu mencintaimu.
1... 2... 3... Sekarang kamu balik ke
atas.
Selamat tinggal, Ratna. Kuharap kamu
mau menungguku.
Tak lama kemudian, sebuah pesawat
terbang melintas di atas lapangan tempat Ratna berdiri.
Kamu bodoh Alan, aku juga selama ini memendam rasa yang sama
padamu. Mengapa kamu tak pernah mengatakan hal ini padaku. Baiklah,
permohonanmu aku terima. Aku akan menunggumu sampai kapanpun, ditempat ini.
Tempat kita berpisah dan tempat dimana kita akan bertemu kembali.
Selamat jalan Alan, semoga selamat sampai tujuan. Aku juga
mencintaimu.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar