Entri Populer

Kamis, 13 Februari 2014

Forget

  "Kamu kenapa, sih? Dari tadi nendang-nendang kakiku." Bentakku. Meskipun tak terlalu keras, aku yakin suaraku dapat menyinggung perasaannya. Ah, bodo amat. Toh aku juga tak peduli lagi.
  "Biar kamu jatuh."
  "Kalau aku jatuh kenapa?" Tanyaku bingung.
  "Yah, kalau kamu jatuh, kepalamu terbentur lantai, lalu kamu mati deh."
  Aku melongo menatapnya. Apakah itu keinginanmu? Benarkah?
  Ingin rasanya menangis sekencang-kencangnya. Jika saja, aku tidak berdiri didepan kelas seperti ini, air mata yang mulai kutahan mengalir deras dipipiku.
  "Oh." Jawabku singkat. Dan pada saat itu, aku sudah tak ingin melihatnya lagi. Tak pernah sedikitpun aku menoleh padanya. Rasa sakit akan kata-kata pedasnya masih terngiang-ngiang dengan nyaring di telingaku. Ingin rasanya menampar pipinya dengan keras agar dia menyadari perasaan yang selama ini kupendam. Namun, hal itu tak bisa kulakukan. Tanganku gemetar ketika memikirkan hal itu.
  Aku mulai menyibukkan diriku dengan menjelaskan tugas dari kelompokku untuk teman-temanku. Sial. Kata-katanya masih terngiang-ngiang.
  Meskipun aku menolak untuk menoleh, tetap saja kepalaku tak bisa diajak kompromi. Tetap saja aku berbalik menatapnya. Dan pada saat itu, aku melihatnya sedang tertawa bersama orang lain. Sebenarnya bukan orang lain. Temanku.
  Huft. Holy crap. Baiklah, jangan menatap kepadanya lagi. Dia benar-benar tak pernah mencintaimu! Pikirku.
  Let's go home and forget all of your problem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar